Langsung ke konten utama

Citra Merek ( Brand Image)


Citra (image) didefinisikan sebagai cara masyarakat mempersepsi (memikirkan) perusahaan atau produknya, perusahaan yang baik tentu dapat mengukir citra yang kuat dan menarik (Kotler, 2009). Citra perusahaan itu sendiri dapat dibina dengan adanya merek yang baik, dengan membawa nama perusahaan merek ini sekaligus mengiklankan kualitas dan besarnya perusahaan (Djaslim Saladin, 2002). Aaker (1991) dalam Rosliana (2009) menyatakan “brand image is a set of associations, usually organized in some meaningful way” yang artinya bahwa citra merek adalah perangkat asosiasi yang konstan terorganisir dalam beberapa cara yang berarti.

Citra merek (brand image) sangat mungkin memainkan peran sekunder dalam keputusan pemilihan merek pada pelanggan (Ali Hasan, 2009). Oleh sebab itu, produk pesaing yang memunculkan citra yang lebih baik dapat memperbesar terjadinya perpindahan merek.

Citra merek tersusun dari asosiasi merek. Aaker (1991) dalam Rosliana (2009) menyatakan bahwa asosiasi merek adalah apa saja yang terkait dengan memori terhadap suatu merek. Citra merek dapat berdampak positif atau negatif, bergantung bagaimana konsumen menafsirkan asosiasi tersebut. Lebih lanjut Aaker menyatakan bahwa terdapt 11(sebelas) asosiasi, yaitu; (1) Atribut produk (product attribute), (2) Atribut-atribut tak berwujud (intangibles), (3) Manfaat bagi pelanggan (customer benefis), (4) Harga relative (relative price), (5) Penggunaan atau aplikasi (use/application), (6) Pengguna atau pelanggan (user/customer), (7) Orang tersohor atau khalayak (celebrity/person), (8) Gaya hidup atau kepribadian (style/personality), (9) Kelas produk (product class), (10) Para competitor (competitors), (11) Negara atau wilayah geografis.

Dalam Ferrinadewi (2008), brand image terdiri dari 2 komponen yaitu brand association atau asosiasi merek dan favorability, strength & uniqueness of brand association atau sikap positif, kekuatan dan keunikan merek. Konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan atribut produk, manfaat produk, dan keseluruhan evaluasinya atau sikapnya terhadap merek. Konsumen dapat membuat asosiasi berdasarkan atribut yang berkaitan dengan produk misalkan harga, kemasan, warna, ukuran, desain dan fitur-fitur lain. Asosiasi juga dapat diciptakan berdasarkan manfaat produk, berdasarkan manfaat simbolik, atau berdasarkan manfaat pengalaman. (Ruqoyyah Idris, 2010).

Sikap positif (favorability) dan keunikan asosiasi merek terdiri dari 3 hal dalam benak konsumen yaitu adanya keinginan, kemudian keyakinan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginannya dan yang terpenting adalah keyakinan konsumen bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan merek lainnya.

Referensi :
Mujammil, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Perpindahan Merek Pada Konsumen Minuman Berenergi Merek Extra Joss Ke Kuku Bima Ener-G, Skripsi FEB UIN Jakarta 2011
Ekonomia.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masalah Tuntutan Kenaikan Upah Minimum

Upah minimum pekerja terus naik setiap tahunnya,  selain kabar baik didalamnya juga banyak dampak buruk buat perekonomian. Selain itu dikarenakan penentuan upah minimum ditentukan oleh setiap propinsi dan kabupaten membuat perbedaan upah minimum setiap daerah hanya menambah masalah khususnya buat daerah yang berdekatan. Menurut saya seharusnya buruh dengan serikatnya lebih fokus terhadap hak mereka yang lain seperti hak perlindungan social seperti kesehatan dan masadepannya sebagai karyawan. Walaupun upah minimum terus meningkat tiap tahun, tetapi tidak ada perubahan yang berarti dikarenakan harga juga mengikuti kenaikan UMP tersebut. Bisa dibilang buruh hanya menikmati kenaikan UMP dalam jangka waktu yang singkat dan harus menerima kenyataan bahwa kebutuhan mereka juga akan meningkat. Kenaikan UMP juga membuat perusahaan sulit berkembang dikarenakan harus menaikan harga produk atau jasa yang mereka tawarkan untuk memenuhi pengeluaran mereka yang juga akan meningkat. Untuk rupiah...

Modigliani-Miller (MM) Theory Teori MM Dengan Dan Tanpa Pajak

Teori Modigliani dan Miller (teori MM) adalah .teori yang berpandangan bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston , 2001) yaitu: Tidak terdapat agency cost. Tidak ada pajak. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan Tidak ada biaya kebangkrutan Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang. Para investor adalah price-takers. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar ( market value ). Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Teori mereka menggunakan beberapa asumsi: Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σ EBIT ( Standard Deviation Earning Before Interest and Ta...

Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI)

Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti ( KBMI ) adalah pengelompokan bank berdasarkan nilai modal inti yang dimiliki oleh bank. KBMI adalah aturan yang dibuat oleh OJK menggantikan aturan lama yang dibuat oleh Bank Indonesia yang mengelompokkan lewat nilai buku bank. Bank dikelompokkan menjadi 4 (empat) KBMI: KBMI 1 merupakan bank dengan Modal Inti sampai dengan Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah); KBMI 2 merupakan bank dengan Modal Inti lebih dari Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) sampai dengan Rp14.000.000.000.000,00 (empat belas triliun rupiah); KBMI 3 merupakan bank dengan Modal Inti lebih dari Rp14.000.000.000.000,00 (empat belas triliun rupiah) sampai dengan Rp70.000.000.000.000,00 (tujuh puluh triliun rupiah); dan KBMI 4 merupakan bank dengan Modal Inti lebih dari Rp70.000.000.000.000,00 (tujuh puluh triliun rupiah). KBMI berlaku bagi semua bank, Bank Berbadan Hukum Indonesia, Kantor Cabang Bank Luar Negeri maupun Bank Berbasis Syariah. Perbedaan KBMI dari kon...