Langsung ke konten utama

Kebijakan Dividen

Menurut Aharony dan Swary (1980) berpendapat bahwa informasi yang diberikan pada saat pengumuman dividen lebih berarti daripada pengumuman earning. Bagi para investor, dividen merupakan hasil yang diperoleh dari saham yang dimiliki, selain capital gain yang didapat apabila harga jual saham lebih tinggi dibanding harga belinya. Dividen tersebut didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang dihasilkan dari operasi perusahaan.

The dividend should be distributed to the shareholders in order to maximize their wealth as they have invested their money in the expectation of being made better off financially (Prasanna Chandra;1997 dalam Azhagaiah dan Sabari:181).

Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakn dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Perusahaan akan tumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini akan menjadi laba yang ditahan dan laba yang dibagikan.

Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. 

Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan.

Menurutt James C. Van Horne (2002), evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba di tahan. 

Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. 

Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan di distribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan.

Perusahaan umumnya melakukan pembayaran dividen yang stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen. Hanya perusahaan dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan yang cerah, yang mampu untuk membagikan dividen. 

Banyak perusahaan yang selalu mengkomunikasikan bahwa perusahaannya memiliki prospektif dan menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan untuk membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan yang membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi.

Pengumuman dividen merupakan salah satu informasi yang akan direspon oleh pasar. Menurut Arifin (1993) dalam Nurhidayati (2006:24), pengumuman dividen dan pengumuman laba pada periode sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering digunakan oleh para manajer untuk menginformasikan prestasi dan prospek perusahaan.

Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:255-256) sejauh ini pembahasan dividen hanya menyangkut aspek-aspek teoritis dari kebijakan dividen. Namun, ketika perusahaan menetapkan suatu kebijakan dan memperhatikan sejumlah hal, pertimbangan-pertimbangan ini harus dikaitkan kembali ke teori pembayaran dividen dan penilaian perusahaan. 

Beberapa pertimbangan manajer dalam pembayaran dividen antara lain:
1. Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru sisanya untuk pembayaran dividen.
2.  Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar dividen dalam jumlah yang besar.
3. Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
4. Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen. Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam persentase maksimum dari laba kumulatif. Apabila pembatasan ini dilakukan, maka manajemn perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur, karena dengan demikian manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada para pemegang saham. Manajemen hanya perlu mentaati pembatasan tersebut.
5. Pengendalian perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan.

Dividen diumumkan secara priodik oleh dewan direktur. Biasanya tiap setengah tahun atau tiap satu tahun. Pembayaran dividen menjadi sulit karena komposisi pemegang saham berubah-ubah. Pengukuran jual-beli saham sangat cepat berubah-ubah. Karena cepatnya perpindahan pemegang saham maka sulit untuk dipantau daftar pemegang saham. 
 
Sedangkan beberapa faktor yang menentukan dan mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan dividen menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002) antara lain:
1.      Posisi likuiditas perusahaan.
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar dividen yang dibayarkan.
2.      Kebutuhan dana untuk membayar hutang.
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk membayar dividen makin kecil
3.      Rencana perluasan usaha.
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.
4.      Pengawasan terhadap perusahaan.
Kebijakan pembiayaan: untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber intern antara lain: laba. Dengan pertimbangan: apabila dibiayai dengan penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok pemegang saham dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.

Menurut J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kebijakan dividen adalah:
1.      Undang-Undang (UU)
Undang-Undang menentukan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan maupun laba tahun lalu yang ada dalam pos “laba ditahan” dalam neraca.
2.      Posisi likuiditas
Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari yahun-tahun lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan, persediaan, dan aktiva lainnya; laba tersebut tidak di simpan dalam bentuk kas.
3.      Kebutuhan untuk melunasi hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar hutang itu pada soal jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat berharga yang lain.
4.      Tingkat laba
Tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut dalam bentuk dividen pada pemegang saham atau menggunakannya di perusahaan tersebut.

Hal yang paling penting dari kebijakan dividen adalah apakah memungkinkan untuk mempengaruhi kekayaan pemegang saham dengan mengubah rasio pembayaran dividen, yaitu kebijakan dividen (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998:105).
            Beberapa teori kebijakan dividen yang di kemukakan oleh Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002) antara lain:
1.      Teori dividen tidak relevan dari Modigliani dan Miller
Asumsi-asumsi pendapat ini lemah:
a.       Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional. Kenyataannya sulit ditemui pasar modal yang sempurna.
b.      Tidak ada biaya emisi saham baru, kenyataannya biaya emisi saham baru (flotation cost) itu masih ada.
c.       Tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada.
d.      Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prakteknya kebijakan investasi perusahaan pasti berubah.
Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller mengenai dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya: biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan lebih suka menggunakan laba ditahan daripada menerbitkan saham baru. Ada kemungkinan laba ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru. Semakin besar target laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerbitkan saham baru. Karena biaya modal sendiri ditentukan oleh besar-kecilnya laba ditahan yang ditentukan dividen (Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.,2002: 312-313).
2.      Teori the bird in the hand
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa, biaya modal sendiri (Ks) perusahaan akan naik jika Dividend Payout Ratio (DPR) rendah karena investor lebih suka menerima dividen dibanding capital gain. Karena dividend  yield lebih pasti.
Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.
3.      Teori perbedaan pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Karena adanya pajak terhadap dividen dan capital gain, para investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak.
4.      Teori signaling hypothesis
Menyatakan bahwa, jika ada kenaikan dividen sering kali diikuti dengan kenaikan harga saham. Demikian pula sebaliknya. Menurut Modigliani dan Miller kenaikan dividen biasanya merupakan suatu signal (tanda) kepada para investor, bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya, suatu penuruna dividen atau kenaikan dividen yang dibawah normal (dari biasanya) diyakini investor sebagai pertanda bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diwaktu mendatang.

Dividend signaling theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacharya (1979). Dividend signaling theory mendasari dugaan bahwa pengumuman perubahan cash dividend mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan munculnya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang cash dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek perusahaan di masa mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan terjadinya asymetric information antara manajer dan investor, sehingga para investor menggunakan kebijakan dividen sebagai sinyal tentang prospek perusahaan. Apabila terjadi peningkatan dividen akan dianggap sebagai sinyal positif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang positif. Sebaliknya, jika terjadi penurunan dividen akan dianggap sebagai sinyal negatif yang berarti perusahaan mempunyai prospek yang tidak begitu baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham yang negatif (Suluh Pramastuti,2007:8).

Teori clientele effect
·         Kelompok (Clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi.
·         Jika ada perbedaan pajak bagi individu  dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Dengan demikian, maka kelompok pemegang saham yang dikenakan pajak lebih tinggi menyukai capital gain.
Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Berikut ini beberapa bentuk kebijakan dividen menurut Sutrisno (2003) adalah:
1)      Kebijakan pemberian dividen stabil
Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap perlembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik dan stabil, maka deviden juga akan ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang, (3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen selalu dibayarkan.
2)      Kebijakan deviden yang meningkat
Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
3)      Kebijakan dividen dengan rasio yang kostan
Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividend payout ratio (DPR).
4)      Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividend bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

Kebijakan dividen stabil menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002: 317) adalah jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif lengkap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar saham per tahunnya berfluktuatif.
Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M., (2002) alasan-alasan dilaksanakannya kebijakan pembayaran dividen stabil adalah:
1.      Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang.
2.      Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari dividen.
3.      Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan pembayaran dividen yang stabil.
Dari uraian tersebut, ternyata kebijakan dividen tersebut menimbulkan dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan besarnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham menjadi sangat penting dan merupakan tugas manajer keuangan yang harus mampu menentukan kebijakan yang akan menyeimbangkan dividen saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen di masa yang akan datang agar memaksimumkan harga saham.
Dividen dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan investasi suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk menyalurkan dana yang tidak di butuhkan untuk investasi (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998)
Hubungan positif antara kebijakan pembayaran dividen dan pergerakan harga saham telah didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang dilakukan oleh Linter (1956) dalam  Werner R. Murhadi (2008) memperoleh hasil :
1)      Perusahaan lebih menekankan pembayaran dividen yang stabil, dan
2)      Earning merupakan faktor penentu utama dalam kebijakan dividen.

Dividen Untuk Investor Ritel
Sebagai investor ritel Dividen sangat penting dalam menentukan investasi saham yang akan dipilih. Memilih perusahan yang sering dan teratur membagikan deviden menjadi salah satu faktor dalam memilih saham.

Investor ritel dan kurang pengalaman sering terjebak pada harga tinggi suatu saham, oleh karena itu cukup sulit untuk mendapatkan capital gain dalam jangaka pendek dan menengah, dengan memilih saham yang rutin membagikan dividen, investor bisa mendapat keuntungan walau membeli saham pada harga tinggi.

Komentar

  1. boleh request, minta penjelasa rinci tentang dividen per share. atau minta refenrensi bukunya

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. menarik sekali klo bisa dapat dividen dari 1jt lembar saham....he he

    BalasHapus

Postingan populer dari blog ini

Tanggap Covid 19 Dengan Layanan Sehatq

Pandemi Covid 19 masih belum usai, pemerintah dengan segala upaya berusaha menekan penyebaran virus lewat kebijakan dan aturan yang dibuat, diantaranya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diberlakukan terhadap beberapa daerah sesuai dengan tingkat penyebarannya. Kita harus bisa mematuhi peraturan pemerintah yang ada mengingat pentingnya kerjasama semua pihak dalam menekan penyebaran dan penanggulangan Covid 19, tanpa adanya kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan penyebaran Covid 19 akan terus terjadi. PPKM mampu mengurangi jumlah kasus Covid, tetapi di sisi lain PPKM membuat kita sulit mendapatkan kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Begitu juga untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan ada baiknya tidak harus pergi kerumah sakit atau klinik jika memungkinkan bisa dilakukan dari rumah. Selain PPKM, pemerintah juga menggalakkan kampanye #ingatpesanibu lewat gerakan 3M yang wajib diterakpkan dalam bersosial dan beraktivitas. Gerakan Memakai Mask

Pengertian Investasi

Menurut Mankiw (2003), investasi adalah barang-barang yang dibeli oleh individu dan perusahaan untuk menambah persediaan modal mereka. Menurut Lipsey, Courant, Purvis dan Steiner (1997) investasi adalah pengeluaran barang yang tidak dikonsumsi saat ini dimana berdasarkan periode waktunya, investasi dapat terbagi menjadi tiga diantaranya: investasi jangka pendek, investasi jangka menengah dan investasi jangka panjang. Investasi merupakan komitmen sejumlah dana suatu periode untuk mendapatkan pendapatan yang diharapkan di masa yang akan datang sebagai kompensasi unit yang diinvestasikan, mencakup waktu yang digunakan, tingkat inflasi yang diharapkan dan ketidakpastian masa mendatang (Sumanto, 2006). Pada dasarnya setiap orang atau perusahaan yang melakukan investasi akan mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh kesejahteraan bagi dirinya atau perusahaan tersebut. Hal ini juga berlaku sama bagi perusahaan emiten yang berinvestasi di pasar modal. Perusahaan yang berinvestasi di

Teori Sinyal

Menurut Wolk, et al. (2001) teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar  modal. Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut.  Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan. Menurut Jama’an (2008) Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang m