Pada prinsipnya Bank syariah tidak meminjamkan sejumlah uang pada nasabah, tetapi membiayai proyek keperluan nasabah. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Lalu bank menjual kembali kepada nasabah atau dapat pula dengan cara bank mengikutsertakan modal dalam usaha nasabah dengan sistem bagi hasil.
Dalam pembiayaan, bank syariah akan membiayai kebutuhan nasabah. Apabila nasabah menginginkan pembelian rumah misalnya, maka bank akan membiayaai pembelian rumah tersebut. Antara bank dan nasabah akan dilakukan transaksi dengan akad jual-beli di mana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah menjadi pembeli yang akan membayar secara angsuran (Yusak Laksmana, 2009).
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa, “Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)” (Pratin dan Akhyar Adnan, 2005).
Komentar
Posting Komentar