Langsung ke konten utama

Perpindahan Merek (Brand Switching)

Perpindahan merek (brand switching) adalah saat di mana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merek sebuah produk tertentu ke merek produk lainnya. Definisi lainnya adalah perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini juga menunjukkan sejauh mana sebuah merek memiliki pelanggan yang loyal.

Perpindahan merek (brand switching) merupakan fenomena yang sering terjadi pada berbagai pasar, terutama pasar persaingan sempurna dimana terdapat berbagai macam produk sejenis dengan harga yang bersaing sehingga memudahkan konsumen melakukan variety  seeking (pembelian bervariasi). (Diaz Abisatya, 2009).
David Aaker (1991) membuat urutan loyalitas merek dalam lima tingkatan, yaitu:


  1. Switcher, adalah pembeli yang sama sekali tidak loyal. Pembeli yang tidak mau terikat sama sekali dengan merek apa pun. Merek mempunyai peranan kecil dalam keputusan pembeli jenis ini.
  2. Habitual buyer, adalah pembeli yang merasa puas dengan produk atau paling tidak mereka tidak kecewa. Pembeli ini memilih merek karena kebiasaan saja.
  3. Satisfied buyer with switching cost, yaitu pembeli yang merasa puas (satisfied buyer) dengan menanggung atau mengeluarkan biaya peralihan (switching cost), seperti biaya, waktu, uang, dan risiko pemakaian karena pengalihan merek.
  4. Liking the brand, yaitu tipe pembeli yang sangat menyukai merek, pembeliannya berdasarkan asosiasi merek (mungkin simbol atau karena rangkaian pengalaman menggunakan sudah lama).
  5. Commited buyer, mereka ini adalah pembeli-pelanggan yang sangat setia. Mereka sangat bangga dalam menggunakan merek tertentu itu. Merek sangat penting bagi pembeli karena functional benefit dan emotional benefit mampu mengekspresikan jati dirinya. Inilah sebetulnya puncak usaha perusahaan membangun merek (meningkatkan, memelihara, dan inovasi konsisten). Perusahaan telah mampu menjadikan brand-nya sebagai brand advantage (merek unggul) sehingga mendorong banyaknya commited buyer (pembeli yang komitmen, tidak mau berpindah).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masalah Tuntutan Kenaikan Upah Minimum

Upah minimum pekerja terus naik setiap tahunnya,  selain kabar baik didalamnya juga banyak dampak buruk buat perekonomian. Selain itu dikarenakan penentuan upah minimum ditentukan oleh setiap propinsi dan kabupaten membuat perbedaan upah minimum setiap daerah hanya menambah masalah khususnya buat daerah yang berdekatan. Menurut saya seharusnya buruh dengan serikatnya lebih fokus terhadap hak mereka yang lain seperti hak perlindungan social seperti kesehatan dan masadepannya sebagai karyawan. Walaupun upah minimum terus meningkat tiap tahun, tetapi tidak ada perubahan yang berarti dikarenakan harga juga mengikuti kenaikan UMP tersebut. Bisa dibilang buruh hanya menikmati kenaikan UMP dalam jangka waktu yang singkat dan harus menerima kenyataan bahwa kebutuhan mereka juga akan meningkat. Kenaikan UMP juga membuat perusahaan sulit berkembang dikarenakan harus menaikan harga produk atau jasa yang mereka tawarkan untuk memenuhi pengeluaran mereka yang juga akan meningkat. Untuk rupiah...

Modigliani-Miller (MM) Theory Teori MM Dengan Dan Tanpa Pajak

Teori Modigliani dan Miller (teori MM) adalah .teori yang berpandangan bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston , 2001) yaitu: Tidak terdapat agency cost. Tidak ada pajak. Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan Tidak ada biaya kebangkrutan Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang. Para investor adalah price-takers. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar ( market value ). Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Teori mereka menggunakan beberapa asumsi: Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σ EBIT ( Standard Deviation Earning Before Interest and Ta...

Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI)

Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti ( KBMI ) adalah pengelompokan bank berdasarkan nilai modal inti yang dimiliki oleh bank. KBMI adalah aturan yang dibuat oleh OJK menggantikan aturan lama yang dibuat oleh Bank Indonesia yang mengelompokkan lewat nilai buku bank. Bank dikelompokkan menjadi 4 (empat) KBMI: KBMI 1 merupakan bank dengan Modal Inti sampai dengan Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah); KBMI 2 merupakan bank dengan Modal Inti lebih dari Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) sampai dengan Rp14.000.000.000.000,00 (empat belas triliun rupiah); KBMI 3 merupakan bank dengan Modal Inti lebih dari Rp14.000.000.000.000,00 (empat belas triliun rupiah) sampai dengan Rp70.000.000.000.000,00 (tujuh puluh triliun rupiah); dan KBMI 4 merupakan bank dengan Modal Inti lebih dari Rp70.000.000.000.000,00 (tujuh puluh triliun rupiah). KBMI berlaku bagi semua bank, Bank Berbadan Hukum Indonesia, Kantor Cabang Bank Luar Negeri maupun Bank Berbasis Syariah. Perbedaan KBMI dari kon...